Surah An-Nisa’ ayat 34 kerap kali disebut sebagai salah satu ayat misoginis yang menjadikan perempuan sebagai pihak inferior. Jika dimaknai secara serampangan tanpa berlandaskan kepada kaidah penafsiran yang baik dan benar, maka penafsiran yang dihasilkan akan menjadi penafsiran yang timpang gender. Penafsiran yang timpang gender ini tidak sesuai dengan visi Islam yang menjadi rahmat bagi seluruh alam semesta tanpa memandang jenis kelamin, status ssial, dan lain sebagainya.

Muhammad Asad merupakan salah satu  tokoh tafsir yang menekankan penelusuran historis dan analisis kebahasaan dalam menafsirkan ayat al-Qur’an. Analisis kebahasaan yang dimaksud Asad bukan sekadar membuka kamus, akan tetapi penting bagi seorang mufassir untuk mempelajari Bahasa Arab langsung dari penutur aslinya. Asad sendiri hidup di tengah-tengah masyarakat Badui sebelum akhirnya ia memutuskan untuk menulis tarjamah tafsiriyyah yang diberi judul The Message of The Qur’an.